Diskusi Sejarah: Minahasa Pioner Demokrasi di Indonesia

ELEKTORAL.ID, Tondano – Minahasa pioner demokrasi di Indonesia. Hal tersebut terkuak dalam diskusi bertajuk ‘Sejarah dan Perkembangan Demokrasi di Minahasa dan Indonesia’ yang digelar Komunitas Peduli Pemilu dan Sahabat Demokrasi Minahasa bekerja sama dengan Mawale Cultural Centre dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Sulawesi Utara (Sulut), di kelurahan Wawalintouwan, Tondano Barat, Rabu (05/04/2017).

Pihak pelaksana menjelaskan, kegiatan ini bertujuan menghasilkan rekomendasi-rekomendasi sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas Pemilu di Indonesia, secara khusus di Minahasa.

“Diskusi komunitas ini dilakukan secara rutin untuk membahas segala hal tentang pemilu. Selain saling berbagi pengetahuan, diskusi ini juga menghasilkan rumusan-rumusan sebagai sumbangsih bagi penyelenggara pemilu dan masyarakat,” ujar Lefrando Andre Gosal, Ketua Komunitas Peduli Pemilu dan Sahabat Demokrasi Minahasa.

Setelah mendalami sejarah dan perkembangan demokrasi di Minahasa, disadari ternyata peran Minahasa dalam demokrasi di Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata.

“Minahasa adalah pioner demokrasi di Indonesia. Dalam diskusi tadi terungkap bahwa sejarah pemilihan langsung di Indonesia pertama kali dilaksanakan di Minahasa,” jelas Gosal yang juga menjabat sebagai Ketua BPH AMAN SULUT.

Diskusi yang berlangsung lebih dari 3 jam ini, diawali dengan pra wacana oleh Dr Ivan Kaunang M.Hum yang membahas tentang budaya demokrasi hari ini.

Menurut Kaunang, demokrasi adalah suatu proses menuju pada suatu kesepakatan, suatu kesediaan untuk menerima perbedaan pendapat dalam upaya seminimal mungkin satu pendapat untuk kepentingan bersama.

“Kita tidak hanya mewarisi satu atau dua tradisi kaitannya dengan tradisi politik di Indonesia. Dimulai dari Budi Utomo 1908, zaman kebangkitan nasional yang melahirkan ekologi budaya di Indonesia dengan kekuasaan feodal dan kekuasaan kolonial,” kata Kaunang yang juga Ketua Dewan Pakar AMAN SULUT.

Materi dilanjutkan oleh Rikson Karundeng M.Teol tentang “Demokrasi” di Minahasa, dari Tiwa Lumimuut-Toar, amanat Watu Pinawetengan hingga modernisasi Wensel.

Karundeng dalam pemaparannya menjelaskan kalau demokrasi sendiri tidak ada dalam kamus masyarakat Minahasa purba.

“Jika demokrasi yang dimaksud adalah demokrasi dalam bentuk pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, konsep demokrasi itu bisa ditemukan di Minahasa. Egaliter yang terkandung dalam prinsip demokrasi jelas merupakan salah satu nilai budaya yang melekat pada masyarakat Minahasa,” ujar pegiat budaya di Mawale Cultural Center ini.

Menurutnya, nilai-nilai dalam peradaban Minahasa, mulai dari Tu’ur In Tana, Musyawarah Watu Pinawetengan hingga penentuan pemimpin di masing-masing wanua dan roong menunjukan demokrasi yang ideal sudah sejak dahulu dipraktekan di Minahasa. Namun, Karundeng menegaskan kalau hancurnya nilai-nilai tersebut dikarenakan politisasi dan hegemoni di masa kolonialisme Belanda.

Dijelaskannya, Penghancuran itu sejak tahun 1825. Di masa itu, Residen J. Wensel mengeluarkan sebuah program yang disebut dengan ‘pemerintahan modern’. Dua sasaran utama Wensel dalam program itu adalah ‘Instelling in the Minahasa’ (instelling in der Minahasa Raad) yaitu rencana perubahan susunan keanggotaan Dewan Minahasa dan penataan susunan pemerintahan desa.

Selanjutnya Denni Pinontoan M.Teol menjelaskan tentang pemimpin dan kepemimpinan pada masyarakat Minahasa tempo dulu.

Prawacana diakhiri oleh Meidy Y. Tinangon MSi selaku Ketua KPU Minahasa yang membahas tentang sketsa awal sejarah demokrasi elektoral di Tanah Minahasa. (dok.elektoral.id)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini