Penulis: Imo Si Jurnalis Muda
Editor: Happy Karundeng
_______________________________________________
Elektoral.id, Jakarta – Marah Sakti Siregar, Ketua Panitia Pembangunan Masjid At Tabayyun mendatangi Polda Metro Jaya bersama pengacaranya M Fayyad melaporkan dugaan manipulasi data penggugat pembangunan masjid di Taman Villa Meruya, Jakarta Barat dengan nomor LP/B/4.058/VIII/2021/SPKT PMJ, tanggal 20 Agustus 2021.
Dalam kasus ini, panitia masjid sebagai tergugat 2 dan Gubernur DKI sebagai tergugat 1 yang telah memberikan izin pemanfaatan area fasilitas umum (fasum) di untuk mendirikan Masjid At Tabayyun.
Kasus tersebut sudah masuk persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Senin (16/8). Dalam sidang ke 5 itu, terdapat fakta mengejutkan bahwa ada dua nama warga Taman Vila Meruya yang tercatut sebagai pemberi kuasa penolakan pembangunan masjid.
Fayyad menegaskan kedua warga tersebut tidak pernah memberi kuasa kepada Hartono, salah satu penggugat untuk menggugat Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta nomor 1021/2020 tanggal 9 Oktober 2020.
“Atas pemalsuan surat tersebut, kami melaporkan Hartono dan kawan-kawan ke SPKT Polda Metro Jaya. Pemalsuan Pasal 263 KUHP dengan Ancaman 6 tahun penjara,” kata Fayyad kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jumat (20/8) malam.
Dalam sidang beragendakan pemeriksaan saksi fakta dari pihak tergugat 2, Tim Fayyad mempertanyakan klaim pemberian kuasa kepada pihak penggugat.
“Ini dibuktikan dengan tercantumnya nama Andi Muchainin Ma’arif dan Budiharto Sardjono di daftar foto copy KTP warga, yang memberi kuasa pada penggugat, untuk mengajukan gugatan ke PTUN,” Fayyad menjelaskan.
Budiharto, warga yang dimaksud mengaku hanya menandatangani voting pemilihan lokasi pembangunan masjid. Ia menyetujui pembangunan masjid di sebelah St John, tetapi persetujuan dimaksud bukan untuk dipergunakan sebagai surat gugatan di pengadilan.
Sementara, Budiharto yang ikut mendatangi Polda Metro Jaya mengungkapkan sudah menanyakan Ketua RT setempat Hendro yang mengusulkan gugatan pembangunan masjid. Ia memastikan tidak pernah meneken surat yang ternyata berisi gugatan.
“Apalagi meminjamkan KTP asli atau sekedar fotocopy kepada Hendro. Lalu, meminta surat dukungan yang katanya pernah ia tanda tangani, pada Hendro jika memang ada untuk acuan membuat surat pencabutan,” ujar Budiharto kepada wartawan.
Sampai laporan polisi hari ini, lanjut Budiharto, Hendro belum mengirim surat gugatan dimaksud. Hendro hanya mengirimkan selembar kertas berisi daftar nama sejumlah nama penggugat yang sudah diketik rapi lengkap tanda tangan masing-masing.
“Saya meyakini itu hanya tanda tangan saya menyetujui lokasi masjid di areal dekat sekolah St John. Bukan untuk menggugat. Saya tahu format surat kuasa apalagi untuk dipakai menggugat. Surat kan harus jelas dan ditandatangani di atas materai. Ini tidak begitu,” Budiharto menuturkan.
Diketahui, warga muslim di Taman Villa Meruya merencanakan membangun masjid pada November 2019 dengan biaya swadaya. Sejak 30 tahun perumahan itu berdiri, tidak memiliki masjid. Sempat muncul pemilihan lokasi yakni lahan fasum milik Pemprov DKI atau lahan dekat gerbang komplek milik developer.
Muncul dua opsi untuk pemilihan lahan. Opsi yg dipilih panitia di atas lahan fasum/fasos 1078 m2 milik Pemprov DKI. Sedangkan warga menawarkan opsi di lahan dekat St John seluas 312 m2 yang disediakan pengembang sebagai sarana ibadah.
Hal serupa dialami warga Andi Muchainin Ma’arif yang didatangi ketua RT dan meminta mengisi daftar voting lokasi pembangunan masjid di dekat ST Jhon atau lokasi milik developer.
“Intinya, di mana pun saya setuju masjid dibangun. Kalau pun di lokasi yang saat ini digugat, ya saya lebih senang karena lebih dekat rumah. Nah, kalau ditanya, apakah saya mendukung gugatan ke Pemprov DKI, jawabnya saya tidak pernah membuat surat kuasa itu,” Andi menandaskan. (Imo)