Penulis: Hendro Manongko
Editor: Happy Karundeng
ELEKTORAL.ID, Manado – Nada tegas dilayangkan tenaga ahli Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara (Sulut), Sofyan Jimmy Yosadi. Isu miring yang menerpa terkait penunjukkan dirinya dalam kasus dugaan kekerasan terhadap perempuan yang menjerat oknum Wakil Ketua DPRD Sulut, James Arthur Kojongian (JAK), jadi pemantik.
Ia menepis pernyataan pengamat politik, Taufik Tumbelaka, yang menyebutkan pemanggilan atau undangan pihak yang dianggap ahli melalui Ketua DPRD Sulut, diduga kurang mengedepankan unsur kehati-hatian. Dikarenakan ada oknum yang diduga tim pemenangan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) lalu.
Yosadi mengatakan, tudingan dari Tumbelaka yang disebar di berbagai whatsapp group, walau tidak menyebutkan nama namun jelas mengarah ke siapa.
Ia menilai, tudingan tidak netralnya dirinya sebagai salah satu tim ahli independen karena menjadi bagian dari tim kampanye pemenangan calon gubernur dan wakil gubernur Sulut, Olly Dondokambey dan Steven Kandouw pada Pilkada 2020 lalu, adalah hal biasa saja.
“Semua orang bebas menilainya namun saya juga punya hak jawab untuk memberi klarifikasi dan informasi secara komprehensif, agar ada keseimbangan. Saya menilai Taufik Tumbelaka tidak objektif dan terkesan mencari sensasi saja karena dia mengenal saya dengan baik,” kata Wakil Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persaudaraan Penasehat Hukum Indonesia (PERADI) ini, Rabu (10/2)
Ia menambahkan, letak tidak objektifnya karena pengamatannya bias dan cenderung menyesatkan. Karena momentum pilkada sudah selesai.
“Sudah ada pemenangnya, sudah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulut. Bahkan informasi terkini yang saya dapatkan, gubernur dan wakil gubernur Sulut, Bapak Olly Dondokambey dan Bapak Steven Kandouw segera dilantik pada hari Jumat, tanggal 12 Februari 2021. Andai saja masih di masa pilkada, atau masa kampanye dan jelang pemilihan, maka jelas undangan kepada saya sebagai bagian dari tim ahli independen adalah keliru. Pernyataan saya di BK bisa dinilai tidak independen dan memengaruhi masyarakat pemilih. Jelas aroma politiknya dan tidak baik bagi tatanan demokrasi. Tapi pilkada sudah usai,” ungkapnya.
Lanjut dikatakan Yosadi, tidak ada lagi tujuan politik yang bisa didapatkan dari berbagai pihak yang terlibat dalam kontestasi pilkada. Karena jelas pernyataan Tumbelaka mengaitkannya dengan momentum pilkada.
“Saya hingga hari ini tetap konsisten tidak menjadi politisi dan pengurus partai politik manapun. Tapi tidak anti politik, bahkan berteman dengan para politisi lintas partai. Saya baru belasan tahun jadi pengacara. Track record jelas bahwa saya pernah menjadi kuasa hukum dan atau tim sukses dan mendukung aktif teman-teman saya. Di antaranya saat Hanny Jost Pajouw, saat itu kader Golkar, maju di pilkada kota Manado sebagai calon wali kota di tahun 2010,” ungkapnya.
“Saya mendukung sahabat baik Lily Binti, kader Golkar saat pemilu legislatif karena dapilnya termasuk di Kampung Cina dan ada banyak keluarga besar saya dan jaringan pertemanan organisasi serta sahabat baik di sana. Demikian pula politisi lain dari Demokrat, Nasdem, juga parpol lainnya, dan yang paling sering adalah PDIP,” lanjutnya.
Pada pemilihan umum tahun 2019 lalu, Sofyan mengaku mendukung Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan menjadi kuasa hukum Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PSI Sulut, Melky Pangemanan. Termasuk saat sidang adjukasi di Bawaslu Minahasa Utara (Minut).
“Pilkada 2020 lalu saya kembali diminta menjadi bagian tim sukses cagub dan cawagub Sulut, Bapak Olly Dondokambey dan Bapak Steven Kandouw, bahkan menjadi Wakil Ketua Tim Kampanye Tim Pemenangan bidang Hukum. Sebelumnya, periode pertama tahun 2015, saya menjadi bagian tim hukum OD-SK di tim pemenangan. Jauh sebelumnya, saat Pilkada 2007 Kabupaten Minahasa, saya menjadi tim pengacara atau tim hukum Bapak Royke Roring,” sambungnya.
Ia menambahkan, saat pemilu dan pilkada selesai maka selesai semuanya. Tidak ada korelasi apapun ketika tim sukses atau mendukung siapapun dengan profesi mulia dan terhormat.
“Saya bersyukur karena masih konsisten dengan prinsip ini dan berusaha menjaga integritas. Makanya saya selalu dipercaya, diminta bantuan hukum, diajak para politisi lintas partai. Semoga hingga akhir hayat saya tetap konsisten dan menjaga integritas serta kehormatan,” katanya.
Ia menambahkan, ketika diminta menjadi salah satu yang dianggap ahli independen oleh Ketua DPRD Sulut, pada hari Senin, tanggal 8 Februari 2021 dan memberikan keterangan di BK DPRD Sulut, maka dirinya berusaha objektif, profesional dan menjaga nama baik.
“Saya tidak mengenal kedua suami istri tersebut, yakni James dan Mikha. Saya tidak punya dendam pribadi, apalagi target politik, bahkan tidak membawa pesan titipan dari siapapun. Saya tetap independen. Secara pribadi, tulus ikhlas, saya mendorong keduanya tetap menjaga keutuhan rumah tangga, saling menyayangi dan harmonis hingga akhir hayat. Saya menghormati keteguhan hati perempuan seperti Ibu Mikha yang menjadi korban, yang berprofesi sebagai dokter,” ungkapnya.
“Tapi dalam konteks ini, saya tetap berprinsip teguh demi kebenaran dan rasa keadilan masyarakat karena persoalan ini bukan lagi ranah privat tapi menyangkut nama baik lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulut yang terhormat. Selain tentunya keberpihakan saya terhadap perempuan yang menjadi korban, dalam hal ini Ibu Mikha, yang juga Ketua DPC Partai Golkar Minahasa Selatan,” tuturnya.
Sofyan menegaskan, belasan tahun ia terlibat dalam kerja-kerja kemanusiaan dan tetap konsisten dalam perjuangan itu.
“Saya konsisten membela korban kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan memberi pendampingan, advokasi dan bantuan hukum probono, bantuan hukum cuma-cuma tanpa dibayar. Saya bertekad akan terus melakukannya hingga akhir hayat,” tutup Wakil Ketua Umum Indonesian Feminist Lawyers Club (IFLC) ini. (*)