Penulis: Anugrah Pandey
Editor: Rikson Karundeng
ELEKTORAL.ID, Manado – Aparatur Sipil Negara (ASN) terus diingatkan agar bisa tetap menjaga netralitas di pesta demokrasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Sulawesi Utara (Sulut). Warning itu kencang bergema dalam rapat koordinasi (Rakor) dengan stakeholder terkait dengan netralitas ASN dalam Pilkada Serentak Lanjutan Tahun 2020, yang digelar Badan Pengawas Pemilihan (Bawaslu) Sulut, Sabtu (21/11).
Akademisi Tomi Sumakul dalam rakor ini menjelaskan tentang sejumlah hal terkait netralitas ASN di Pilkada. Di antaranya, tidak boleh foto bersama calon dengan memakai simbol-simbol berbau politis.
Selain itu, ASN dilarang memfasilitasi kampanye dengan berbagai cara. Tak bisa memberikan like di media sosial. Sebab, hal-hal itu merupakan bagian dari kampanye terselubung. Ini justru akan berimbas pada pelanggaran pemilu.
“Jalani saja sesuai aturan. Kalau ada pilihan nanti di TPS (tempat pemungutan suara-red). Karena ASN harusnya menjadi contoh di tengah masyarakat. Jangan pernah bertolak belakang dengan hati nurani,” ajak mantan Ketua Panwaslu Sulut ini.
Sementara, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimipinan Pusat (DPP) Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI), Sahat Martin Philip Sinurat yang juga tampil sebagai pemateri mengatakan, kesuksesan pilkada ditentukan dua hal. Pertama, sukses proses pelaksanaan, yang dalam hal itu sesuai tahapan.
Selanjutnya sukses hasil. Artinya memperoleh pemimpin yang baik. Bukan hasil dari politik uang, memanfaatkan ASN untuk tak netral, penyebar hoaks, mempolitisasi suku, agama dan ras.
Sebelumnya, Kepala Sekretariat Bawaslu Sulut, Aldrin Christian ketika membuka rakor tersebut mengatakan jika sosialisasi terkait netralitas ASN sudah berkali-kali dilaksanakan. Meski demikian, Bawaslu Sulut tak akan pernah berhenti melakukannya.
“Terus diingatkan supaya tidak lupa,” tandas Christian.
Apalagi menurutnya pelaksanaan pemungutan suara sebagai puncak pesta demokrasi tak lama lagi berlangsung. Sedangkan persoalan ASN tak netral dalam Pilkada merupakan sebuah potensi pelanggaran yang sering terjadi setiap kali ada Pemilu.
“Ada ungkapan mengatakan, sedangkan ja kase inga sering lupa, apalagi nyanda kase inga,” tuturnya. (*)