Pemilu, Syarat Awal dari Demokrasi Indonesia

Penulis: Lefrando Andre Gosal
Editor: Rikson Childwan Karundeng


ELEKTORAL.ID, Manado – Pelaksanaan pemilu adalah titik berangkat awal atau syarat minimal untuk negara memulai proses perjalanan panjang berdemokrasi. Hal tersebut disampaikan Audy Wuisang, Sekretaris Jendral Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (PIKI) dalam diskusi bertajuk “Polemik revisi UU Pemilu: kepentingan siapa?” Sabtu (20/2). Diskusi yang digelar oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Sulawesi Utara Sulut) dilaksanakan di kantor Penghubung Komisi Yudisial Provinsi Sulawesi Utara.

“Pemilu adalah salah satu aspek. Aspek-aspek lainnya adalah kedalaman dan kualitas Pemilu. Baik perundangan maupun kelembagaan pelaksana Pemilu yang independen. Selain pelaksanaan pemilu, salah satu aspek penting adalah proses pergantian kekuasaan yang dilakukan secara damai,” kata Wuisang.

Menurutnya, demokrasi juga berkaitan dengan kebebasan individu, kebebasan sosial dan kebebasan politik yang dijamin oleh undang-undang. Pengawasan dalam pengambilan keputusan serta kualitas keterwakilan rakyat dalam pemerintahan dan juga kualitas lembaga demokrasi dan kebebasan pers. Itu adalah spektrum yang semakin meluas dalam apa yang disebut demokrasi. Namun, data menunjukkan, Indonesia berada dalam daftar negara-negara yang mengalami proses demokrasi yang berjalan mundur. Kemunduruan itu terutama karna kualitas demokrasinya.

“Di Indonesia kita boleh agak senang karena proses dan mekanisme pelaksanaan pemilu kita dianggap cukup rapih. Sehingga basis formal demokrasi kita masih cukup baik. Akan tetapi selain pelaksanaan Pemilu dan Pilkada, aspek-aspek lainnya dari demokrasi mengalami beberapa kemunduran. Kemunduran itu dibuktikan oleh misalnya Freedom House memberi skor untuk Indonesia di peringkat 60-an. Skor ini dipengarui oleh kebebasan sipil dan kebebasan politik. Selain itu, The Economist Intelligence Unit menempatkan kita pada peringkat 80 dan terus mengalami kemunduran. Dan terakhir dari World Justice Project juga menunjukan gejala penurunan dalam hal ini kebebasan sipil dan kebebasan politik kita,” jelas Wuisang.

Ia menegaskan, perlu adanya perubahan signifikan untuk memecah kebutuan demokrasi di Indonesia. Terutama perosalan korupsi yang subur terjadi di lembaga pelaksana demokrasi di Indonesia.

“Dinamika politik Indonesia secara kelembagaan sudah mengalami kebuntuan dan perlu mengalami perubahan-perubahan yang signifikan. Indonesia mengalami kejenuhan dalam kebebasan sehingga mengalami kemunduran. Transparansi Internasional Indonesia menunjukkan beberapa faktor penting yang menunjukkan kemunduran demokrasi kita. Lembaga-lembaga demokrasi kita, yakni partai politik dan lembaga legislasi merupakan lembaga yang paling korup dan memaksa kemunduran demokrasi di Indonesia,” terang Wuisang.

Lanjutnya, “Bahkan survei ahli LIPI tahun 2018 menempatkan 2 lembaga itu sebagai lembaga yang paling tidak dipercaya publik. Artinya apa? Lembaga-lembaga demokrasi yang dibangun dengan susah payah pada tahun 1999 melalui revisi undang-undang, bahkan Undang-Undang Dasar, ternyata pada titik tertentu menjadi penyebab dari staknan atau bahkan mundurnya perjalanan demokrasi kita di Indonesia.”

Menurutnya, kualitas keterbukaan parpol dan kemampuan mengontrol dalam legislator terlihat kurang sekarang ini. Dan ini sangat berkaitan erat dengan desain Pemilu. Desain pelaksanaan Pemilu memiliki signifikansi yang kuat terhadap kewenangan, pembatasan kewenangan dan proses untuk membatasi, serta proses untuk menata lembaga demokrasi. Ini yang menjadi persoalan penting kisru revisi UU Pemilu. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini