Elektoral.id, Jakarta – PT Bumigas Energi (BGE) mengaku mendapat informasi dari melalui video pernyataan-pernyataan Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan terkait penerbitan surat KPK No B/6004/LIT.04/10-15/09/2017 yang dianggap merugikan PT BGE.
Atas pernyataan itu PT BGE menganggap surat KPK tersebut untuk menyingkirkan Bumigas Energi dalam pengolahan panas bumi di Dieng dan Patuha dengan PT Geo Dipa Energi (GDE) melalui sengketa di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) ke 2 kalinya.
“Padahal BGE dengan GDE telah selesai sengketa di BANI ke 1 sejak 2015 dengan adanya putusan PK di atas PK dari GDE itu ditolak oleh MA dan seharusnya BGE sudah menang,” ujar Kuasa Hukum BGE Khresna Guntarto dalam jumpa pers di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (25/1).
Khresna mengungkapkan melalui surat tersebut Pahala Nainggolan menyatakan seakan-akan PT BGE tidak pernah membuka rekening tahun 2005 di HSBC Hongkong sebagai bukti ketersediaan dana first drawdown hingga akhirnya BGE dikalahkan oleh majelis BANI ke 2 dengan pertimbangan surat KPK tersebut.
“Perlu dicamkan surat ini dalam paragraf pertama kami tidak keberatan dengan pernyataan Pak Pahala sesuai keadaan faktanya bahwa penelusuran 2005 di HSBC Hongkong itu tidak bisa dilakukan karena berasa di luar periode penyimpanan bank tersebut. Bank tersebut menyampaikan hal itu pasti kepada semua nasabahnya tapi surat KPK di paragraf terakhir ini menyimpulkan hal yang kontradiktif jadi ambigu,” katanya.
Video yang diterima PT BGE berisi bahwa Pahala mengklaim PT BGE tidak memiliki rekening di HSBC Hongkong baik status aktif maupun telah tutup. Namun, menurut Khresna bahwa Pahala menyatakan dengan adanya penelusuran ke HSBC Hongkong tidak bisa diketahui rekening tersebut pernah dibuka atau tidaknya.
“Ada atau enggaknya itu karena diketahui berada di luar periode penyimpanan. Kalau gitu ungkap saja karena berada di luar periode penyimpanan. Tapi dia menyimpulkan tidak pernah membuka (rekening) baik aktif maupun telah tutup berarti itu kan sebuah kesimpulan yang berani,” ia menuturkan.
Khresna menegaskan bahwa kliennya sudah menyampaikan adanya drawdown melalui bukti surat di tahun 2005 terkait ketersediaan dana dari investor kepada HSBC Hongkong. Bahkan hal itu sudah diakui berdasarkan surat PT GDE tahun 2005.
Menurut PT BGE, adanya permintaan informasi perbankan HSBC Indonesia oleh PT GDE kepada Deputi Pencegahan KPK. “Oleh karena itu klaim sepihak oleh Deputi Pencegahan KPK dengan adanya permintaan informasi ke HSBC Indonesia menjadi patut dipertanyakan dan dipersoalkan,” Khresna menjelaskan.
Ia mengatakan apabila bukan dalam rangka Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) untuk meminta informasi perbankan harus membutuhkan persetujuan penyelenggara negara. “Ini main periksa-periksa aja udah gitu salah informasi yang disampaikan,” ucapnya. (Hap)