Penulis: Anugrah Pandey
Editor: Lefrando Gosal
ELEKTORAL.ID, Manado – Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) berada di lima besar Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) tahun 2020 provinsi penyelenggara pemilihan kepala daerah (pilkada). Terdapat dua unsur yang menjadi persoalan besar yakni money politik dan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN).
Hal itu mendapat tanggapan dari pengamat politik, Dr. Donald Monintja, S.Sos., M.Si. Menurutnya, untuk menghadapi persoalan tersebut, pendidikan politik masyarakat sangat penting, tidak boleh dibodohi.
“Soal masyarakat yang menilai apa ini bagian dari strategi, yah tergantung pendidikan politiknya masyarakat. Kalau itu dilihat dari sisi politik bahwa itu mengajak, ya bagi saya masyarakat itu jangan dibodohi,” kata Monintja.
Terkait money politik, ia mengatakan memang sulit untuk diidentifikasi secara langsung. Baik person siapa, siapa yang memainkan siapa, lalu siapa yang mendapatkan apa.
“Memang dalam politik praktis itu ada pendapatnya Lasswell. Ia bilang siapa mendapatkan apa. Nah, sebenarnya itu bagian dari politik praktis. Tetapi sebagai akademisi, kalau kita lihat itu tidak baik dalam mengajarkan dan mendistribusikan nilai-nilai Pancasila dan pro demokrasi,” ungkapnya.
Monintja menegaskan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) jangan tebang pilih dalam menindaklanjuti money politik.
“Money politik punya khas sendiri di tiap kegiatan. Seperti halnya melakukan money politik dalam kegiatan gereja dibungkus dengan bentuk diakonia,” ujar Monintja.
Baginya, kategori money politik itu manakala ketika memberikan uang, lalu menyatakan ajakan untuk mendukung.
“Maksudnya, contoh jangan lupa saat pemilihan memilih nomor ini, nomor itu. Selama dia tidak melakukan itu, ya itu bagian dari diakonia. Apalagi bulan Desember sekarang sudah mendekati Natal, kunjungan diakonia itu banyak, baik di panti asuhan, panti jompo, dan lainnya. Itu banyak dibungkus dengan diakonia,” bebernya.
Soal netralitas ASN, diungkapkannya banyak terjadi gejala dan fenomenanya.
“Saat ini banyak laporan masyarakat melihat ada memobilisasi ASN. Ini jadi pertanyaan apakah masyarakat yang tutup mata atau pengawas. Setiap tahapan itu harus diawasi oleh badan pengawas, baik itu kampanye dialog maupun kampanye dalam bentuk yang lain,” pintanya.
Ia mengatakan, dalam Undang-Undang (UU) tentang kepegawaian itu tidak bisa terlibat politik praktis. Pilihan boleh ada, tetapi politik praktis itu tidak boleh. “Ini harus ditindaklanjuti oleh badan pengawas mengenai temuan-temuan yang ditemui, dan sekali lagi jangan tebang pilih,” tandas Monintja. (*)