ELEKTORAL.ID, Jakarta – Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), menyatakan sikap tidak setuju terhadap rencana pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak pada tanggal 9 Desember 2020.
Hal tersebut tertuang lewat Surat Nomor: PU.04/1097/DPDRI/VI/2020, Perihal: Pernyataan Sikap Penolakan Terhadap Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2020.
Komite I DPD RI yang diketuai oleh Dr. Agustin Teras Narang, S.H., memberikan pokok-pokok pertimbangan.
Diketahui, World Health Organization (WHO) telah menyatakan Covid-19 sebagai pandemi global yang belum dapat diprediksi kapan pandemi tersebut akan berakhir. Narang juga mengatakan, pemerintah telah menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional, melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020, dan sampai saat ini status tersebut masih berlaku.
“Pandemi Covid-19 telah berdampak meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda, meluasnya cakupan wilayah yang terkena bencana, serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi yang luas di Indonesia,” katanya.
Menurutnya, Pilkada Serentak 2020 yang akan melibatkan 270 daerah serta kurang lebih sebanyak 105 juta orang pemilih, sangat rentan mengancam keselamatan jiwa pemilih dan penyelenggara pemilihan umum (Pemilu).
“Serta mempertimbangkan pula sampai dengan saat ini, jumlah korban yang terinfeksi Covid-19 masih terus bertambah, serta belum menunjukkan kecenderungan akan melandai, apalagi berakhir,” ujar Narang.
Ia pun mengungkap anggaran penyelenggaraan pilkada tahun 2020 yang telah disepakati oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), bersama 270 kepala daerah melalui naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) sebesar Rp. 9,9 triliun, tentu akan sangat bermanfaat bagi daerah apabila dapat digunakan untuk penanganan pandemi dan pemulihan dampak Covid-19 bagi masyarakat daerah.
“Pengajuan tambahan anggaran pelaksanaan pilkada tahun 2020 oleh KPU sebesar Rp. 535,9 miliar di tengah kondisi pandemi ini akan sangat memberatkan keuangan negara,” ungkapnya.
Ditambahkannya, penyelenggaraan Pilkada termasuk tahapannya di tengah pandemi corona, dikhawatirkan akan merusak makna dan kualitas demokrasi sebagai sarana untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. “Karena tidak memperhatikan aspek sosio-ekonomi dan kesehatan masyarakat,” tandas Narang.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, dalam kondisi pandemi Covid-19, pemerintah, DPR RI, dan KPU RI harus memperhatikan doktrin yang diterima secara universal. “Yaitu ‘salus populi suprema lex esto’, yakni agar keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi bagi suatu negara,” tegasnya.
Berkenaan dengan hal tersebut, Komite I DPD RI menyatakan sikap tidak setuju terhadap rencana pelaksanaan pilkada serentak pada tanggal 9 Desember 2020.
Dia berharap, pernyataan ini dapat disikapi secara kelembagaan dalam waktu tidak terlalu lama oleh pimpinan DPD RI. (Anugrah Pandey)