Penulis: Hendro Manongko
Editor: Rikson Karundeng
ELEKTORAL.ID, Manado – Dikeluarkannya Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kepada Perseroan Terbatas (PT) Tambang Mas Sangihe (TMS), dinilai berpotensi membahayakan eksistensi kultural dan lingkungan hayati di Kepulauan Sangihe.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sulawesi Utara (Sulut), Juan Ray Ratu S.H., Kamis (25/3/2021).
Ia mengatakan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2014 perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (WP3K), WP3K harus dilakukan dengan tetap mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan Masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Juga harus mengakui dan menghormati masyarakat lokal dan masyarakat tradisional yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,” ujar Ratu.
Ditegaskan, pemerintah tidak boleh melupakan amanat UU Pengelolaan WP3K.
“Pemerintah tidak boleh lupa regulasi yang ada, UU Pengelolaan WP3K mengamanatkan eksplorasi pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya harus dilakukan dengan pendekatan ekologis dan ulititas secara komprehensif dan terpadu dengan pulau besar di sekitar,” jelasnya.
Ia menambahkan, harus ada pengkajian yang dalam soal izin pertambangan ini, dan pendekatan pemerintah harus berpihak pada rakyat menggunakan kacamata ekologis.
“Keberadaan tambang di daerah kepulauan harus dikaji lebih jauh lagi. Jangan hanya mementingkan keuntungan pemodal besar dan elit yang berkecimpung di dalamnya. Hal ini bisa dilihat dengan izin yang diberikan 42.000 Ha (Hektare) yang mencakup setengah pulau besar Sangihe. Andil pemerintah yang mengeluarkan izin ini harus dilihat dalam kacamata ekologis dan kesejahteraan rakyat,” terang mahasiswa Pascasarjana Kriminologi Universitas Indonesia (UI) ini.
Juan menegaskan, GMNI DPD Sulut siap mengawal dan berjuang bersama kaum marhaen di Kepulauan Sangihe.
“Kami GMNI DPD Sulut, sebagai lidah dan telinga rakyat, siap untuk mengawal dan mengkritisi bilamana keberadaan tambang ini hanya menyusahkan kaum marhaen di Kepulauan Sangihe,” tutup Ratu. (*)