ELEKTORAL.ID, Manado – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) secara resmi meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 di Jakarta, Selasa (25/2).
Berdasarkan hasil penelitian Bawaslu, untuk IKP Pemilihan Gubernur, dari 9 provinsi yang menyelenggarakan Pilkada, Provinsi Sulawesi Utara adalah daerah dengan skor kerawanan tertinggi, yaitu mencapai 86,42.
Delapan provinsi lainnya berturut-turut: Sulawesi tengah (81,05), Sumatera Barat (80,86), Jambi (73,69), Bengkulu (72,08),
Kalimantan Tengah (70,08), Kalimantan Selatan (69,70), Kepulauan Riau (67,43), dan Kalimantan Utara (62,87).
Pada dimensi konteks sosial politik, provinsi dengan skor kerawanan paling tinggi adalah Sulawesi Utara dengan skor 91,24. Skor kerawanan dimensi konteks sosial politik Sulawesi Tengah mencapai 87,23 diikuti Jambi (86,36), Sumatera Barat (85,46), Bengkulu (75,84), Kepulauan Riau (74,04 ), Kalimantan Tengah (71,46), Kalimantan Selatan (68,78), dan Kalimantan Utara (59,06).
Sedangkan pada dimensi penyelenggaraan pemilu yang bebas dan adil, urutannya adalah Sulawesi Utara (85,08), Sumatera Barat (77,56), Sulawesi Tengah (72,25), Jambi (70,16), Bengkulu (69,80), Kalimantan Tengah (69,29), Kalimantan Selatan (69,25), Kalimantan Utara (62,43); dan Kepulauan Riau (59,40).
Selanjutnya, skor pada dimensi konteastasi adalah Sulawesi Tengah (78,81), Sulawesi Utara (75,47), Sumetera Barat (667,83), Kepulauan Riau (58,71), Bengkulu (57,86), Jambi (56,46), Kalimantan Selatan (56,40), Kalimantan Tengah (55,14) dan Kalimantan Utara (51,83).
Pada dimensi partisipasi politik, kerawanan setiap provinsi tercatat dengan Sumatera Barat sebagai provinsi yang paling rawan dengan skor 100. Selanjutnya adalah Sulawesi Utara (97,69), Kalimantan
Selatan (94,62), Kalimantan Tengah (93,78), Bengkulu (92,83), Sulawesi Tengah (90,52), Kalimantan Utara (89,75), Kepulauan Riau (84,75), dan Jambi (84,14).
Pengamat politik dan pemerintahan Sulut, Ferry Liando menyebut, data itu belum tentu akan menjadi fakta, namun harus diseriusi.
“Indeks kerawanan Pilkada yang menempatkan Sulut pada ranking tiga besar, itu belum tentu akan benar-benar terjadi. IKP Pilkada itu bukan bermaksud menakut-nakuti atau untuk menebar ancaman,” jelas Liando.
“IKP Pilkada itu disusun sebagai upaya antisipasi agar apa yang dipetakan bisa diatasi sejak dini. IKP itu dimaksudkan sebagai early warning agar sejak awal semua potensi masalah sudah dapat diantisipasi,” tegasnya.
Ketua Minat Tata Kelola Pemilu Pascasarjana Unsrat ini menjelaskan, IKP Pilkada diukur dari banyak aspek atau kategori yakni dinamika politik, kesiapan partai politik, profesionalisme penyelenggara, tingkat kesulitan alam, cuaca dan karakter masyarakat.
“Dasar yang digunakan dalam menetapkan IKP Pilkada adalah mempelajari peristiwa masa lalu, baik yang terjadi di suatu daereh atau terjadi di daerah lain di waktu yang berbeda namun dinamika atau kondisinya mirip di daerah lain,” paparnya.
Liando menegaskan, IKP Pilkada sangat membantu penyelenggara di daerah untuk mengantisipasi jika yang yang dipetakan itu benar-benar akan terjadi. “Peristiwa alam tidak ada yang bisa menghalangi namun untuk mengurangi resiko akibat peristiwa alam, bisa saja sudah dicegah jauh sebelum ada peristiwa alam yang terjadi secara mendadak,” terangnya.
Persoanil Tim Pemeriksa Daerah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Sulut ini mengibaratkan IKP Pilkada itu seperti kerja dokter. Ada tindakan diagnosa dari dokter kemudian atas hasil diagnnosa itu, dokter akhirnya melarang dan menganjurkan untuk makanan tertentu bahkan aktivitas apa yang bisa dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
“Oleh karena itu, menjadi kewajiban bagi Bawaslu untuk mensosialisasikan pemetaan ini pada masing-masing stakeholder yang bekaitan langsung dengan aspek yang diteliti. Misalnya apa yang harus dilakukan parpol (partai politik), apa yang harus dilakukan penyelenggara, apa yang harus dikakukan pemerintah, apa yang harus dilakukan oleh media dan juga apa yang harus dilakukan oleh masyarakat. Tak hanya sosialisiasi akan tetapi juga membantu stakeholder agar memikii strategi antisipatif sejak awal,” tandasnya. (Tim El)